Selamatkan Rupiah, Pemerintah Larang Kontraktor Asing Ekspor Minyaknya
- Kajian Energi PATRA

- Aug 19, 2018
- 2 min read

Untuk menyelamatkan rupiah dan menekan defisit transaksi berjalan, Presiden Joko Widodo menginstruksikan sejumlah langkah ke sektor energi. Salah satunya adalah istruksi bahwa tak ada lagi minyak yang dihasilkan kontraktor asing yang diekspor ke luar Indonesia. Berdasarkan hasil rapat terbatas di Istana Merdeka (14/08/2018), Jokowi meminta supaya lifting minyak KKKS dibeli seluruhnya oleh Pertamina. PT Pertamina (Persero) dilarang untuk mengimpor minyak mentah dan diwajibkan untuk membeli hasil ekspor minyak kontraktor asing yang diproduksi dalam negeri.
Menurut Menteri ESDM, Ignasius Jonan, saat ini kebutuhan konsumsi minyak RI mencapai 1,3 juta hingga 1,4 juta barel per hari, sementara rata-rata produksi minyak RI mencapai 740 ribu hingga 800 ribu barel per hari (sesuai target APBN), dimana produksi minyak tersebut terbagi dua yakni bagian pemerintah dan bagian kontraktor sesuai dengan kontrak yang diteken kedua belah pihak. Selama ini Pertamina hanya membeli minyak mentah bagian pemerintah saja. Sementara itu, bagian kontraktor biasanya diekspor ke luar negeri dengan harga pasar dengan jumlah sekitar 200-300 ribu barel per hari. Sejumlah minyak tersebutlah yang akan dibeli Pertamina terkait adanya intruksi larangan ekspor ini.
Sekarang Pertamina wajib membuat tawaran untuk membeli lifting minyak mentah bagian kontraktor dengan mekanisme yang akan diatur lebih lanjut oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Menurut Jonan, pembelian lifting minyak ini tidak masalah bagi KKKS asing seperti Chevron dan kawan-kawan, sebab pembeliannya akan menggunakan harga pasar, sejalan dengan perkataan VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito bahwa Pertamina akan membelinya dengan harga pasar atau sesuai harga ICP (Indonesian Crude Price). Hal ini juga sangat menguntungkan bagi pemerintah sebab harganya bisa lebih murah karena tidak menghitung biaya transportasi dan yang terpenting adalah devisa tidak keluar, tutur Adiatma.
Terkait pengalihan ekspor lifting minyak ini, beberapa kontraktor asing pun buka suara. Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil, Erwin Maryoto, mengatakan bahwa pihaknya siap untuk berbisnis dengan Pertamina sebab berdasarkan kontrak PSC, kontraktor bebas untuk menjual bagiannya kepada siapa dan kemana sesuai mekanisme pasar. Berbeda dengan kontraktor asal negeri Paman Sam, Chevron Pacific Indonesia, yang mengatakan bahwa pihaknya akan berdiskusi dengan pihak-pihak terkait sebagai tindak lanjut arahan pembelian lifting minyak dari KKKS oleh Pertamina, ujar Danya Dewanti selaku Manager Corporate Communication and Spokesperson Chevron Pacific Indonesia.
Dengan menilik larangan ekspor lifting minyak KKKS lebih lanjut, rasanya ini adalah tindakan yang cukup positif karena Pertamina bisa lebih mengoptimalkan lifting minyak dalam negeri dengan cara membelinya supaya bisa digunakan di kilang Pertamina. Menurut Direktur Riset Wood Mackenzie Andrew Harwood, pemasok hulu pun tidak mungkin terkena dampak dari larangan ini, asalkan mereka menerima harga “adil” untuk minyak mentah mereka sebab KKKS seperti Chevron dan Exxon biasanya memiliki trading arm mereka sendiri, yang membeli bagian minyak mentah hulu mereka dan mencoba untuk membuat margin. Semoga ini bisa menjadi salah satu langkah tepat pemerintah dalam menyelamatkan rupiah.
Oleh : Gerry Adam Alwyn Syah (Staff Divisi Kajian Energi Taktis HMTM "PATRA" ITB)
Referensi :





Comments