top of page
Search

Defisit Neraca Perdagangan: Apa kabar Migas?

Updated: Sep 24, 2018


ree

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar 1,02 miliar dollar AS pada Agustus 2018. Defisit tersebut disumbang sebagian besar disebabkan oleh sektor migas sebesar 1,6 miliar dollar AS. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, defisit yang terjadi pada sektor migas disebabkan tingginya impor yang mencapai 3,04 miliar dollar AS. Berdasarkan catatan BPS, angka tersebut adalah yang tertinggi sejak 13 bulan terakhir sejak September 2017 yaitu sebesar 1,93 miliar dollar AS. Neraca perdagangan dihitung dari perbedaan antara nilai ekspor dan impor barang dan jasa suatu negara pada periode tertentu. Neraca diukur dengan menggunakan mata uang yang berlaku. Apabila terjadi surplus, artinya nilai ekspor lebih tinggi ketimbang nilai impor.


Nilai impor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai US$ 16,8 miliar. Nilai impor migas tercatat masih naik, yakni sebesar US$ 385,6 juta (14,5%). Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor minyak mentah dan gas masing-masing US$ 420,3 juta (67,55%) dan US$ 22,4 juta (7,87%), meski nilai impor hasil minyak turun US$ 57,1 juta (3,26%). Namun dalam kurun waktu setahun terakhir, nilai impor migas pada Agustus 2018 tercatat yang paling tinggi dengan nilai mencapai US$ 3,04 miliar. Sementara yang terendah terakhir kali terjadi pada September 2017, yaitu US$ 1,93 miliar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima Senin (17/9/2018), dibanding bulan sebelumnya, volume impor Agustus 2018 naik 0,16% atau 25.200 ton. Peningkatan volume impor migas disebabkan oleh naiknya volume impor minyak mentah 75,17% (776.100 ton) dan gas 3,17% (15.800 ton), namun volume impor hasil minyak turun 4,17% (109.600 ton).


Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan nilai ekspor Agustus 2018 sebesar 15,81 miliar dollar AS. Angka tersebut turun 2,9 persen jika dibandingkan pada bulan Juli 2018 dengan total nilai ekspor sebesar 16,29 miliar dollar AS. Ekspor non migas mengalami penurunan sebesar 2,86 persen dari 14,86 miliar dollar AS di bulan Juli 2018 menjadi 14,43 miliar dollar AS di bulan Agustus 2018. Adapun untuk migas, persentase penurunan ekspor sebesar 3,27 persen dari 1,43 miliar dollar AS menjadi 1,38 miliar dollar AS. Meskipun terjadi penurunan secara bulanan, Suhariyanto menjelaskan dibandingkan posisi Agustus 2017, ekspor RI meningkat sebesar 4,15 persen.


Ekspor migas masuk ke dalam penerimaan negara. Data bulan Agustus 2018 dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, hingga Juli 2018 minyak bumi telah menyumbang Rp 72.665,72 miliar atau sekitar 34% dari realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Nasional sebesar Rp 211.035,21 miliar. Angka ini juga melampaui target realisasi APBN sebesar Rp 59.582,70 miliar atau sekitar 121,94%.


Dalam hal produksi dan lifting minyak, realisasi RI masih di bawah target APBN 2018 yang ditetapkan sebesar 800 ribu barel per hari. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut salah satu penyebab lesunya produksi karena kurang agresifnya perusahaan migas pelat merah dalam mencari sumber minyak. Dalam paparannya di badan anggaran DPR RI, Direktur Jenderal Minyak dan Gas ESDM Djoko Siswanto mengatakan hingga Agustus 2018 masih 774 ribu barel per hari atau 97% dari target. Untuk 2018, proyeksinya di akhir tahun rata-rata lifting dan produksi masih di kisaran serupa.


Untuk mengatasi masalah defisit migas, pemerintah mengandalkan biodiesel 20% atau B20. Program ini diharapkan dapat mengurangi impor. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana yakin B20 dapat mengurangi defisit neraca perdagangan di sektor migas. Namun, B20 tak membuat neraca perdagangan migas menjadi surplus. B20 akan berkontribusi mengurangi defisit sebesar US$ 1 miliar sampai akhir tahun ini.


Selain itu, ada tiga solusi lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisit neraca perdagangan. Solusi pertama adalah investasi baru untuk meningkatkan produksi dan cadangan migas dan memperlambat pertumbuhan konsumsi dengan memperbaiki infrastuktur dan transportasi masal. Solusi yang kedua adalah dengan melakukan pemotongan subsidi BBM atau penerapan subsidi yang tepat sasaran. Solusi ketiga adalah dengan meningkatkan kapasitas kilang migas sehingga mengurangi kebutuhan impor dalam negeri. Solusi pelemahan rupiah dapat Anda baca di sini.


Oleh :

M. Anwar Sena (Staff Divisi Kajian Energi Taktis HMTM "PATRA" ITB)

Muhammad Irfan (Staff Divisi Kajian Energi Taktis HMTM "PATRA" ITB)


Referensi:

 
 
 

Comments


©2018 by Indonesia Berdaulat Energi. Proudly created with Wix.com

bottom of page